Oke, lanjut aja terus kebawah bacanya.. selamat membaca :)
Hayoo.. Pilih Sekolah atau Pacarrr??
Oleh: Sherly Indriana (X MIPA H)
Pacaran, kata yang mungkin tak asing lagi terdengar di
telinga masyarakat luas, khususnya bagi kalangan pelajar. Pacaran bagi
kebanyakan orang diartikan sebagai sebuah status penting pada hubungan dua
insan manusia yang berlawan jenis, dimana mereka ‘mencoba’ untuk saling
mengenal, memahami, dan menyayangi satu sama lain.
Saat ini, pacaran sudah
tidak mengenal usia. Mulai dari pelajar SMA, SMP, bahkan pelajar SD di
Indonesia banyak yang telah maupun tengah berpacaran. Hal ini terdengar sangat
memprihatinkan. Apalagi seperti yang kita ketahui, saat ini pemerintah
Indonesia sedang berupaya keras untuk meningkatkan mutu pendidikan guna
mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, apa yang dilakukan generasi mudanya? Pacaran.
Sungguh memprihatinkan, bukan?
Tujuan pacaran sendiri
bagi sebagian orang adalah untuk mencari pasangan hidup yang dirasa cocok dan
sesuai dengan kriteria yang mereka inginkan. Jika cocok, mereka langsung lanjut
ke tahap pelaminan. Namun, itu tujuan utama bagi mereka yang sudah cukup umur
untuk menikah. Bagaimana dengan mereka yang masih duduk di bangku SMP atau SMA?
Apakah tujuan mereka pacaran juga untuk menikah setelah lulus sekolah? Pastinya
tidak. Jadi apa tujuan mereka pacaran?
Menurut saya pribadi,
tujuan mereka pacaran adalah hanya untuk bersenang-senang semata, dan
sebagiannya lagi hanya untuk mengikuti trend serta sebagai gengsi-gengsian di
kalangannya. Presepsi generasi jaman sekarang mulai berubah. Dahulu, orang yang
bukan muhrim sangatlah tabu untuk berdekatan, namun sekarang jauh berbanding
terbalik keadaannya. Tidak ada rasa sungkan untuk berdekatan bahkan berpegangan
tangan sekali pun kepada lawan jenis.
Berbicara mengenai dampak
dari berpacaran, ada yang mengatakan bahwa pacaran memiliki dampak positif
terhadap kehidupannya, terutama terhadap prestasi belajar. Namun, tak sedikit
pula yang mengatakan bahwa pacaran hanyalah membawa dampak negatif di dalam
kehidupannya. Oleh karenanya, saya akan membahas dampak- dampak dari berpacaran
baik itu positif maupun negatif berdasarkan sudut pandang saya sendiri dilihat
dari berbagai aspek kehidupan.
Yang pertama, apabila
dilihat dari segi ekonomi, pacaran memiliki banyak dampak negatif. Semakin
canggihnya teknologi membuat banyak anak zaman sekarang merasa tak lengkap
apabila pacaran tanpa saling sms-an, telepon-an, twitter-an, facebook-an, dan
lain sebagainya. Semua itu tak cuma-cuma harganya, minimal harus punya pulsa.
Hal ini dapat mengakibatkan sebuah ketergantungan seorang
pelajar dalam mengkonsumsi pulsa, dan juga mengakibatkan timbulnya rasa
‘keinginan yang selalu ingin dipenuhi’ oleh orang tuanya. Bahkan yang lebih
parah, hal tersebut juga dapat menjerumuskan seseorang ke dalam kasus pencurian
akibat ketergantungannya terhadap pemakaian pulsa.
Selain itu, kebanyakan orang yang berpacaran juga
membuktikan rasa cintanya dengan memenuhi segala permintaan sang pacar. Mulai
dari mentraktir makan, membelikan baju, nonton bareng di bioskop, dan masih
banyak lagi. Hal ini membuktikan bahwa orang yang berpacaran jauh lebih
berperilaku konsumtif dari manusia pada umumnya.
Yang kedua, dilihat dari sisi pergaulan di lingkungan
masyarakat. Pacaran membuat seseorang menjadi lebih tertutup dan lebih
mengedepankan kepentingan dirinya bersama pacarnya. Hal ini mungkin terkesan
egois, waktu yang ia punya lebih banyak digunakan untuk berduaan bersama pacar
dibandingkan bersama teman, sahabat, bahkan keluarga.
Namun, tak semua orang yang berpacaran mengalami hal
seperti itu. Apabila seseorang berpikir bijak, maka ia akan tetap mengedepankan
kepentingan umum dan mengambil manfaat dari berpacaran berupa memperluas
pergaulan dan memperbanyak kawan.
Apabila dilihat dari sisi budaya, pacaran jaman sekarang
juga sungguh berdampak negatif. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, dahulu
sungguh tabu rasanya walaupun hanya
memandang lawan jenis yang bukan muhrimnya. Namun sekarang, rasanya begitu
bebas terjadi. Dulu juga tidak ada kata pacaran, yang ada kata perjodohan dan
langsung pernikahan. Namun, kata perjodohan kini sudah dianggap kolot atau ‘tak
jaman’ lagi bagi kebanyakan orang.
Yang keempat, apabila dilihat dari segi agama, sudah
sangat jelas sekali terlihat larangannya dalam berpacaran. Allah pun telah
mengatakan di dalam Al-Quran bahwa pacaran termasuk kedalam perbuatan yang
mendekati zina. Takutnya saja, ketika kita sedang berduaan dengan pacar, ada
setan yang membisikkan kepada kita untuk berbuat hal-hal yang menjerumuskan
kita kepada dosa.
Dari segi kejiwaan, menurut saya, orang yang berpacaran
lebih bersifat tempramental, lebih egois dari sebelumnya, dan rentan mengalami
stress. Seperti yang kita ketahui, di dunia ini tidak ada yang abadi, kecuali
diri-Nya, Tuhan yang menciptakan kita beserta alam semesta ini. Begitu pula
halnya dengan pacaran, apalagi bagi mereka yang mengalami yang namanya cinta
monyet. Cinta terkesan hanya datang dan pergi semaunya. Ketika ia pergi, apakah
kita sanggup menghadapinya?
Ada yang dapat menghadapinya dengan tabah, namun tak
sedikit juga yang tak sanggup menghadapinya. Masih sayang, masih cinta, dan
beribu alasan lainnya yang menunjukkan ketidakrelaannya untuk berpisah dengan
sang pacar. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya tekanan mental, sehingga tak
jarang orang yang sedang putus cinta mengalami stress ringan dan berat sekali
pun.
Yang terakhir dan yang utama menurut saya, apalagi
dikarenakan oknum-oknum berpacaran pada umumnya adalah kalangan pelajar, adalah
dampak pacaran dilihat dari segi pendidikan.
Cukup banyak orang yang mengaku bahwa prestasinya
meningkta sejak ia berpacaran. Pada kenyataannya, memang ada saja mereka yang
seperti itu, prestasi belajarnya naik semenjak pacaran. Ini dikarenakan adanya
sebuah motivasi yang tumbuh di dalam diri mereka. Timbulnya rasa gengsi dan
malu ketika pasangannya mengetahui nilai pelajarannya jelek, sehingga ia
termotivasi untuk terus mendapatkan nilai yang tinggi.
Namun, saya kira, tak sedikit pula orang yang prestasinya
menurun semenjak ia pacaran. Hal ini dikarenakan banyak hal, diantaranya adalah
karena timbulnya rasa malas belajar serta dikarenakan pacarannya sangat
berlebihan sehingga lupa belajar dan menganggap pacarlah segala-segalanya.
Kesimpulannya, pacaran itu tergantung dari siapa dan
bagaimana kita memaknainya serta menyikapinya. Ambil nilai positifnya, buang
yang negatifnya. Namun, apabila kita masih dapat mencegah, kenapa tidak?
Lakukanlah pencegahan, sebelum semuanya terlambat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar