Selayang Pandang di Kaki Kutim
Oleh : Sherly Indriana
“Aku tinggalkan kekayaan alam Indonesia, biar semua negara besar dunia iri dengan Indonesia, dan aku tinggalkan hingga bangsa Indonesia sendiri yang mengolahnya.’’ ( Ir.Soekarno)
Indonesia, negara dua musim yang tak lagi diragukan kekayaan alamnya. Dari Sabang hingga Merauke, tanah ibu Pertiwi ini nampak oleh hijaunya hutan dan birunya laut dari ketingggian. Meskipun di penghujung tahun 2015 lalu Indonesia baru saja mendapatkan duka, yaitu ketika kemarau panjang melanda dan terjadi kebakaran hutan di hampir setiap titik hutan, namun pesonanya tak jua luntur oleh itu semua. Paru-paru mungkin banyak yang menghilang namun tak sedikit juga yang dapat dipertahankan.
Anugerah yang Tuhan berikan kepada tanah Indonesia memang tiada tara. Hutan hujan tropis tersebar luas di negara kepualauan tersebut, salah satunya adalah Pulau Kalimantan, khususnya di bagian sebelah timur. Provinsi yang beribukota Samarinda tersebut sungguh tak lagi diragukan kekayaan hutannya. Apabila dari Samarinda kita ingin bertolak ke daerah yang sedikit dalam, seperti Kota Taman, Bontang, Kota Sangatta, atau bahkan Balikpapan Kota Beriman, yang tak lain adalah kota terbersih se-Asia, kita harus melewati deretan panjang hutan nan rindang.
Namun, sejauh ini Kalimantan Timur hanya terkenal sebagai ladangnya emas hitam dan jarang sekali terdengar tempat-tempat wisata yang dapat menarik hati para wisatawan. Padahal jika kita mau sedikit saja mencoba menelusuri lebih dalam, apa yang dimiliki negeri borneo ini tidak jauh indah dari tempat-tempat wisata daerah lain.
Jauh dari pusat keramaian kota, Kalimantan Timur memiliki tempat konservasi sekaligus kawasan wisata alam yang kurang diketahui oleh khalayak umum. Sebut saja Taman Nasional Kutai (TNK) yang sebagian besar wilayahnya berada di daerah Kutai Timur, dan sisanya berada di daerah Kota Bontang.
Taman Nasional yang memiliki luas sebesar 198.629 hektar ini membentang sepanjang garis khatulistiwa dari Selat Makassar. Di bagian utara, TNK berbatasan langsung dengan Sungai Sangatta. Di selatan, taman nasional ini berbatasan langsung dengan hutan lindung Bontang. Sedangkan di sebelah barat dibatasi ex. HTI PT Kiani Lestari dan HPH PT. Suryan Hutani Jaya, serta di timur berbatasan langsung dengan Selat Makassar.
Taman Nasional Kutai sendiri terpisahkan oleh adanya ruas jalan Sangatta-Bontang. Sehingga, TNK terbagi menjadi empat kawasan yang berbeda, dimana setiap kawasan memiliki keunikan masing-masing. Keempat kawasan tersebut adalah Teluk Kaba, Sangkima, Teluk Lombok, dan Prevab Mentoko.
Potensi dan kekayaan dari Taman Nasional ini tak lagi diragukan. Flora dan fauna langka banyak ditemukan disana, seperti anggrek hitam, flora khas Kaltim yang cantiknya tiada tara dan hanya dapat ditemukan di tempat-tempat tertentu saja, burung enggang yang merupakan simbol dari keperkasaan tanah dayak dan juga orang utan yang menjadi fauna endemik Kalimantan Timur pun hidup disana.
Bahkan orang-orang dari luar negeri kerap kali menjadikan TNK sebagai tempat penelitian orang utan, tepatnya di Prevab Mentoko. Tak hanya konservasi,di TNK terdapat pula wahana outbond seperti flying fox dan wahana permainan outbound lainnya yang begitu menguji nyali siapa saja yang mencobanya.
Selain itu, di kawasan TNK lainnya pun memiliki keunikan tersendiri. Di Teluk Kaba, terdapat daerah pengembangan hutan bakau. Di daerah Sangkima yang merupakan pusat TNK, terdapat rumah pohon dan sebuah Ulin raksasa. Sedangkan di daeeah Teluk Lombok terkenal dengan keindahan pantai pasir putihnya.
Taman Nasional Kutai tak lain adalah sebuah permata tersendiri bagi Kalimantan Timur, khususnya bagi warga yang berdomisili di sekitarnya. Namun, begitu disayangkan karena tampaknya kawasan ekowisata ini agaknya kurang dipublikasikan di masyarakat, sehingga banyak dari mereka yang tidak tahu menahu akan kawasan ekowisata tersebut.
Selain itu, sulitnya transportasi menuju taman nasional tersebut sekiranya menjadi salah satu kendala bagi para wisatawan. Untuk menuju Sangkima yang merupakan pusat TNK melalui jalur darat, dibutuhkan waktu sekitar 2-3 jam dari Kota Samarinda.Badan jalan yang rusak dan berlubang juga menjadi alasan para wisatawan untuk bertandang ke kawasan tersebut.
Sangat disayangkan memang, karena pengelolaan tempat tersebut agaknya begitu minim dan hingga saat ini pemerintah terlihat terus berupaya untuk meningkatkan sarana prasarana yang ada di Taman Nasional Kutai sehingga diharapkan beberapa tahun kedepan tempat tersebut dapat benar-benar menjadi kebanggaan warga Benua Etam.
Sebagai generasi muda Indonesia sudah selayaknya kita ikut andil dalam pelestarian potensi wisata yang dimiliki oleh bangsa kita sendiri. Kepedulian terhadap tempat-tempat wisata patut ditingkatkan sebelum semuanya hanya tinggal cerita saja di kehidupan anak cucu kita kelak.
Untuk apa kita mengumpulkan uang, lalu menghamburkannya di negeri orang, sedangkan negeri sendiri dilupakan? Daripada membangga-banggakan luar negeri, dalam negeri pun punya sejuta pesona yang hingga kini belum kita sadari. Menghargai wisata pertiwi, sama saja membangkitkan semarak gema tanah air. Jangan pernah menawar harga atas warisan budaya Indonesia karena itulah jati diri kita yang sebenarnya, bangsa Indonesia.
